Ragam kesalahan guru paud yang sering disepelekan
Ragam Kesalahan Guru PAUD Yang sering dianggap sepele
Ragam Kesalahan Guru PAUD Yang sering dianggap sepele
A.Bersikap negative dan salah terhadap Anak
1.Bersikap otoriter
Perkembangan anak usia dini sangat bergantung pada pengajaran pendidikan,baik di rumah ataupun di lingkungan sekolah.Kehadiran pendidikan berbasis pengelompokan khusus bagi anak usia dini,atau lebih di kenal dengan istilah PAUD,Merupakan jalan alternative bagi tercapainya perkembangan yang baik untuk anak.oleh karena itu,keberadaan Paud harus dimaknai.
Peran guru kerap di pandang sebagai pengganti “sentuhan” orang tua dirumah.Untuk menjembatani peran tersebut,terkadang guru merasa berhak melakukan segala hal bagi anak-anak di sekolah.Bisa juga dikatakan bahwa guru berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya di sekolah. Pada satu sisi, guru yang berperan sebagai penganti orang tua di sekolah patut dibenarkan keabsahannya. Ia mendidik dan dan mengajar dengan cara terbaik adalah sebentuk keniscayaan, maka, dalam beberapa metode pengajaran, guru harus bercermin dari metode orang tua sewaktu memberikan sentuhan kasih saying di rumahnya. Namun, pada sisi lainnya, lantaran guru juga memosisikan diri sebagai orang tua di sekolah, tidak serta merta membenarkan guru yang bebas melakukan segala hal bagi perkembangan anak usia dini, sekalipun demi penerapan metode pengajaran. Terkait hal ini, ada beberapa batasan tersendiri, yakni dengan membendung sikap negatif guru, di antaranya dengan tidak menetapkan pengajaran menggunakan metode otoriter.
Sikap otoriter berasal dari cara pandang guru yang salah mengenai posisinya sebagai pengganti orang tua di Sekolah. Banyak ditemui kasus yang bersinggungan dengan sikap otoriterseorang pendidik PAUD, padahal sikap demikian merupakan sikap negatif, sehingga memperlihatkan kecerobohan guru dalam metode mengajar. Sikap demikian bias ditandai dengan sikap pendidik anak usia dini yang selalu menolak berbagai keinginan anak didiknya dan menghalinginya dari melakukan perbuatan baik bagi perkembangan kreativitas anak. Sebagai contoh kecil, ketika si anak ingin bermain mandi lumpur, sebaiknya tidak dihalangi, sekedar diawasi dan diarahkan ke berbagai hal yang mengandung nilai positif.
Sikap otoriter juga tercermin jika dalam mengajar, seorang guru PAUD bersikap keras dan acap kali membebani anak didik dengan berbagai tugas di luar kemampuan mereka. Hal tersebut dapat dicontohkan ketika seorang guru menerapkan sistem, metode ataupun tata tertib dilingkungan sekolah dengan memaksakan perintah, kerap melarang, tidak mudah memberikan rasa percaya terhadap si anak, mercerca, dan lalai bahwa hukuman juga merupakan bagian integral dari sikap otoriter tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu disadari bahwa sikap otoriter guru sangat berdampak negatif bagi perkembangan mental anak. Klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Anak-anak disekolah berkecendrungan tertutup, sehinga pada akhirnya, mereka mengisolasi diri dari pertarungan kehidupan social di lingkungan mereka msaing-masing,
2. Perasaan rendah diri
3. Memunculkan sikap keragu-raguan ketika anak-anak hendak mendayagunakankreativitasnya,
4. Muda putus asa,
5. Tidak percaya diri,
6. Kecendrungan menghancurkan milik orang lain dan fasilitas umum, serta
7. Anak-anak akan menempuhnya berbagai cara permusuhan, anarkisme, dan amarah untuk mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap sikap otoriter dan kebencian yang dialami dirinya sendiri dengan ketakutan.
Contoh lainnya yaitu dalam menerapkan aturan tertentu, guru melakukan berbagai pola pendekatan yang kaku dank eras. Dari berbagai pendekatannya yabg dilakukan oleh guru tersebut, teridentifikasi caranya yang terlalu mengumbar nasihat kepada peserta didiknya. Barangkali hal tersebut dilatarbelakangi penilaian kesalahan sepele yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap sebagai masalah besar. Terkadang, ia juga mengkritik kesalahan sepele tersebut, bahkan dengan cara menyakitkan.
Mengatur segala sesuatu, mulai dengan menentukan cara duduk di bangku ruangan kelas hingga membatasi daya gerak yang sebenarnya bermanfaat bagi perkembangan kreativitasnya, termasuk cerminan sikap guru yang otoriter sewaktu mengajar. Dengan demikian, berbagai pendekatan yang sifatnya otoriter harus dibuang jauh-jauh dari keperibadian seorang guru dalam mengajar peserta didiknya. Melalui sikap pendekatan yang tidak otoriter, para guru telah melakukan penanaman positif terhadap perkembangan mental dan pisikologis anak, yakni dengan tidak menghalangi mereka memperoleh berbagai haknya dalam menentukan sesuatu yang meraka sukai.
Sebagai alternative jitu, para guru di lingkungan PAUD harus menyelami anak di usia dini melalui berbagai pendikatan yang bijak dan memupuk kesadaran bahwa pendidikan dan pelatihan di masa-masa PAUD ialah sebagai tumpuan pada tahap “percobaan dan kesalahan” (trial and error). Oleh sebab itu, merka juga melakukan sanjungan dan pujian.
2. Mengumpat dengan kata “bodoh”
Ada sebuah nasihat yang begitu berharga. Ritme nada beresensi dan menandaskan akan pentingnya menjaga persaan anak-anak didik di usia dini, walaupun merka tidak tahu apa-apa. Polos, namun terkadag hal itu menjadi landasan kita, sebagai orang dewasa yang berbuat semena-mena, berkata senonoh, berperilaku kasar, dan sederet prilaku menyimpan lainnya. Seperti inilah kita-kira nasihat dari orang bijak tersebut, “jangan mengarahkan anak didik dengan celaan. Akhirnya, ia kan bertambah berani melakukan, dan nasihat pun tidak dapat mempengaruhinya lagi.”
Pada usia dini, proses menuntut ilmu, memupuk mental, serta menjalani proses perkembangan mental dan jiwaibarat mengukir di atas batu. Dari sini, kita dapat mengambil benang merah dari setiap peristiwa yang terus membekas di kemudian hari. Acap kali, kita melakukan perbuatan kecil yang membuat hati anak didik terluka, seperti mencubit, si anak akan terus mengingatnya, bahkan sampai ia dewasa. Sehingga, sering kali ditemui guru yang mengumpat dengan kata”bodoh” kepada anak didik di PAUD adalah hal biasa atau suatu kewajaran. Hal demikian merupakan perilaku negatifyang terkesan disepelekan oleh orang-orang dewasa di sekitar anak-anak, khususnya para pendidik yang menjadi panutan di sekolah.
Sejatinya, menyematkan posisi anak dengan klasifikasi pintar dan bodoh menimbulkan kekisruhan dalam proses belajar anak-anak di usia dini. Pintar dan bodoh tidak selalu paraleldengan berbagai hal, yang berbau prestasi di kelasnya.Situasi seperti ini tidak tepat kerena prestasi hanya sebagai ukuran secara sistem. Anda tidak pernah tahuketika melihat kondisi anak yang minim prestasi dikelasnya namun, ia mempunyai jiwa sosial tinggi, empati, dan taat beribadah kepada tuhan-Nya, maka predikat bodoh tidak patut disandarkan terhadap mereka yang minim prestasi di kelasnya. Begitu pun sebaliknya, berangkali Anda kerap mengagung-agungkan seseorang anak yang memiliki kecerdasan lebih dalam hal prestasi daripada teman lainnya, namun di saat yang sama, si anak cerdas tersebut gemar melukai perassan teman-temannya. Ia membusungkan dada karena merasa menjadi “anak emas” dan istimewa di mata gurunya. Sebaiknya, tidak meletakkan dan memetakan anak berdasarkan ukuran prestasi belajar dikelas melalui predikat pintar dan bodoh.
Dengan demikian, sebagai orang-orang yang berkewajiban membina anak-anak dari usia dini dengan menjalani proses kehidupan yang mereka lalui sebagai bekal di kemudian hari, jangan sampai kita menghambat laju perkembangan mental dan jiwa mereka dengan berbagai hal yang sering kita anggap sepele. Mengucapkan makian bodoh agar memotivasi si anak termasuk hal yang salah. Hal-hal demikian sering kali kita sepelekan hingga membawa dampak buruk yang berkepanjangan. Selain akan mendatangkan stigma negatif bagi anak, spirit belajarnya pun bias dipastikan mengendur.
Secara umum, perkataan orang yang bernilai negatifterhadap diri kita lebi membekas daripada pujian. Cacian, umpatan, dan kata-kata kasar lebih lama membekas d ihati daripada kata-kata manis. Begitupulah dengan keritikan. Kritikan itu akan sering terngiang-ngiang dan sulit dilupakan. Sebab, kita lebi sering memikirkan kata-kata negatiftersebut daripada kata-kata yang baik. Seolah-olah kita tidak bias menerima perkataan orang yang buruk itu.
Dr. John Cacioppo dari Universitas Chicago menemukan bahwa kalimat negatifmemberikan efek besar terhadap otak. Dampak ini disebut negative bias. Oleh karena itu, kritikan akan lebi membekas di ingantan dibandingkan dengan pujian. Jika kalimat negatif diucapkan orang tua terhadap anak yang masih kecil, efeknya bias fatal. Janganlah sekali-kali mengucapakan kata-kata makian, seperti “kamu bodoh”, “Kamu pemalas”, “kamu pander”, “kamu pelawan”, “kamu pembohong”, “kamu tidak berguna”.dan lain sebagainya kepada anak. Ia akan mempercayai kata-kata itu dan merasa dirinya demikian. Ia akan menganggap dirinya bodoh, pemalas, pander, pembohong, suka melawan, tidak berguna, dan lain sebagainya. Anak mengidentifikasikan dirinya dengan sifat negatife,dan terbawa hingga dewasa.
3. Perbedaan anatara cinta dan umpatan negative bagi Anak
Sebagian yang dimuat dalam jurnal The Proceedings of The National Academi Of sciences Early Edition,pakar ilmu yang meneliti menyatakan bahwa perbedaan keduanya sangat mengejutkan otak yang berukuran kecil pada gambar otak anak di sebelah kanan begitu berbeda,dimana banyak area otak yang hilang di bandingkan dengan gambar anak di sebelah kiri .Anak dengan otak sebelah kanan bukan tidak mungkin akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang cerdas,kurang berempati,cenderung rentan kecanduan,dan terlibat kejahatan.Anak dengan otak kecil cenderung menjadi beban orang lain dan mengalami problem kesehatan mental dan fisik yang serius di kemudian hari.
Menurut analalisa para ahli,penyebab utama perkembangan otak anak usia tiga tahun tersebut adalah cara orang tua dan para gurunya di sekolah memperlakukan mereka.Anak yang pertumbuhan otaknya maksimal selalu mendapat perhatian dan kasih sayang dan ibu dan gurunya,sedangkan anak dengan ukuran otak yang menciut kerap diabaikan dan disakiti.Perbedaan perlakuan ini menjelaskan bahwa ada anak yang otaknya berkembang secara optimal,sedangkan yang lainnya tidak.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian riset dari para ahli pakar ilmu tentang rangsangan otak memberikan angin segar bahwa kasih sayang dan cinta merupakan dengan umpatan negative terdapat perbedaan yang sangat jauh.Anak yang semenjak dini mendapat sentuhan cinta dari orang-orang disekitarnya,yakni berupa perlakuan dan ucapan baik.kata-kata,seperti, ‘kamu anak yang berbakat, ya?atau,adik kecil harus rajin belajar supaya nilainya bagus .”kata-kata semacam itu terlihat biasa-biasa saja ,namun memberi manfaat besar bagi kehidupannya kelak,yaitu sebagai daya motivasi .Berbeda dengan berbagai umpatan yang berseberangan dengan semangat si kecil yang aktif,meng-gebu gebu,dan ingin melakukan berbagai hal baru dalam hidupnya.Padahal,jelas sekali memperlambat daya rangsang positif terhadap perkembangan otaknya.
4. Butir-butir dari serpihan kisah “I am don’t Stupid”
Banyak kisah mengenai mendidik anak usia dini yang menghadirkan disini melalui melalui tayangan video siswa singapura yang berjudul ‘I am don’t stupid” Dengan demikian semua label siswa yang di anggap bodoh harus di akhiri dan di hindari sedini mungkin karena berdampak negative yang berkepanjangan di kemudian hari.mencermati isi video tersebut seorang ibu dengan kerasnya memaksanakan anaknya berumur 11 tahun bernama liu koping untuk pandai matematika.Menurutnya,siswa yang pandai matematika hidupnya akan berhasil kelak.Anak tersebut dipaksa untuk mendapatkan nilai baik.Tetapi ulangan dalam mata pelajaran tersebut selalu buruk.Berbagai cara di lakukan oleh orang tuanya.Bahkan,setiap belajar selalu ditekan,dibandingkan,dan dipukuli.ayahnya tidak mampu berbuat banyak terhadap sikap istrinya dalam mendidik Liu Koping.Sebenarnya,Liu Koping pandai belajar menggambar,gambarnya akan disobek-sobek.Kemudian iya akan dinasehati dan dimarahi.Ketika Liu Koping mendaptkan nilai yang jelek lagi dalam ulangan matematika,ia pun menangis,takut dan ibunya tau dan sangat marah.
Namun setelah tiba dirumah, didapati ibunya sedang sakit.Dengan gemetar ia menghapiri ibunya dan menangis .ia meminta maaf untuk kesekian kalinya kepada ibunya karena ulangannya masih mendapat nilai jelek,walaupun ia telah berupaya ,Rupanya ibunya menyadarinya bahwa kemampuan koping dalam matematika tidak dapat berkembang.Didalam keterharuan antara ibu, dan ayah, dan koping,kemudian gurunya dating kerumah dan menceritakan kehebatan koping kepada ibunya.ibunya hamper tidak percaya.
Ketika itu,gurunya menceritakan bahwa lukisan liu koping dikirim oleh gurunya dan menjadi juara kedua di lomba lukisan Los Angles,Amerika serikat.Mendengar cerita itu Liu Koping menjadi percaya diri dan berbinar-binar,begitu pula ibunya.ia sadar dan merangkul anaknya karena merasa bersalah serta tidak menghargai potensi anaknya yang pintar melukis.kemudian,ibunya pun segera sehat.
Hikma video tersebut dapat menjadi pelajaran bagi guru, sebagai orang tua dan pemerhati pendidikan.Bila kita mengetahui potensi siswanya sejak dini, dan dapat mengembangkan dengan baik,anak-anak didik berpotensi melahirkan sesuatu yang hebat dan berkembang menjadi orang hebat pula.Sebagai guru PAUD dan orang tua,tidak boleh mengecap dengan mudah bahwa anak itu bodoh dan seterusnya.
B. Terlalu memanjakan
Sikap terlalu memanjakan anak merupakan kesalahan yang perlu di evaluasi dan mengemasnya menjadi suatu hal positif.Berikut adalah dampak yang ditimbulkan akibat terlalu memanjakan peserta didik.
1. Anak-anak selalu berpangku tangan.Hal tersebut ditengarai dengan seringnya menerima tanpa membiasakan diri untuk member.
2. Menimbulkan guratan kepribadian anak yang suka memerintah,otoriter,dan egoism.Sebabnya,mereka kurang mengetahui hal yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya.
3. Menjadi pribadi apatis.Mereka acuh tak acuh dan menggerus rasa empati tertanam secara alami pada dirinya.
4. Cenderung mengandalkan orang lain
5. Anak menjadi tak mandiri dan melakukan apapun,kecuali bila mendapat bantuan orang lain.Dengan analogi lain,ia mengalami keterlambatan kematangan.
6. Melahirkan sikap tidak memiliki kesadaran dan menghormati norma-norma tanggung jawab.
7. Anak tidak mampu menahan segala keinginannya dan selalu merasakan ke goncangan jiwa saat berhadapan dengan kesulitan atau merasakan kekecewaan.
8. Tidak konsisten dan Posesif.
Komentar
Posting Komentar